Newestindonesia.co.id, Pengadilan federal Argentina memerintahkan penyitaan 20 properti milik mantan Presiden Cristina Fernandez de Kirchner dan dua anaknya, Maximo serta Florencia.
Otoritas menyebut, aset-aset tersebut diperoleh melalui praktik korupsi dan pemberian kontrak pekerjaan umum negara secara tidak semestinya.
Langkah itu bertujuan memulihkan kerugian negara sekitar 500 juta dollar AS atau sekitar Rp 8.335 triliun dari kontrak yang disetujui selama masa pemerintahan Fernandez de Kirchner dan suaminya, Nestor Kirchner.
Putusan tersebut menyasar inti kekayaan keluarga Kirchner, termasuk rumah, lahan, dan beberapa hotel, sebagaimana dilansir UPI, Jumat (21/11/2025).
Pengadilan juga meluaskan penyitaan terhadap aset yang terhubung dengan pengusaha sekutu keluarga, Lazaro Baez.
Upaya hukum ini menjadi bagian dari perkara “Vialidad”, penyelidikan atas 51 kontrak pekerjaan umum yang diberikan di Provinsi Santa Cruz, daerah asal keluarga Kirchner. Jaksa menilai banyak proyek diberikan secara sistematis kepada Baez dengan anggaran yang dinaikkan dan persetujuan yang dipercepat. Sejumlah proyek bahkan tidak pernah selesai.
Pada 2022, Fernandez de Kirchner dijatuhi hukuman enam tahun penjara dan larangan seumur hidup dari jabatan publik. Dia kini menjalani tahanan rumah sambil menunggu proses banding.
“Dia sudah kehilangan kebebasannya. Sekarang para hakim ingin menyita asetnya secara besar-besaran,” ujar Sebastian Garcia Diaz, Presiden Civilitas Argentina, kepada UPI.
Meski polarisasi politik di Argentina cukup dalam, Garcia Diaz menilai sebagian besar masyarakat memang telah menantikan putusan tersebut. “Ini seperti jeritan menuntut keadilan,” katanya.
Namun, banyak warga menyambut kabar ini dengan rasa ragu karena ada kekhawatiran penyitaan tidak benar-benar terjadi.
“Ada banyak pengumuman sebelumnya soal penyitaan asetnya, tetapi selalu saja ada hal yang menghambat proses itu. Karena itu skeptisisme menyebar di Argentina,” ujar Garcia Diaz.
Dia menambahkan, sistem peradilan Argentina kerap memakan waktu bertahun-tahun untuk menuntaskan kasus korupsi, sehingga memicu keraguan terkait independensi dan efisiensinya.
“Keputusan pengadilan saat ini membantu memulihkan sebagian ketidakpercayaan itu, meskipun tidak menghilangkannya sepenuhnya,” papar Garcia Diaz.
Garcia Diaz juga menilai putusan ini juga memberi keuntungan tidak langsung bagi pemerintah saat ini.
“Orang belum benar-benar tahu apakah pemerintah terlibat, tetapi pemerintah menyampaikannya seolah demikian,” ujar Garcia Diaz. Sementara itu, para pendukung Cristina Fernandez de Kirchner menilai, dia menjadi sasaran persekusi hukum. Pendukungnya juga menuding ada konspirasi antar-lembaga negara untuk memenjarakan figur politik yang populer.
“Teori itu sudah gugur, karena kasus ini melalui banyak tahapan. Kasus ini kuat,” papar Garcia Diaz.
“Kekuasaannya telah melemah dan citra publiknya sangat rusak. Saya pikir dalam beberapa bulan ke depan kita akan melihat Cristina Fernandez de Kirchner menjadi tokoh pinggiran dalam politik Argentina. Sebuah kenangan,” kata Garcia Diaz.
Direktur lembaga konsultan politik CB Consultora, Cristian Buttie, mengatakan bahwa kelanjutan penyitaan bergantung pada independensi lembaga peradilan dan dukungan politik yang ada.
“Hari ini, pengadilan memiliki independensi dan bahkan mendapat dukungan dari pemerintah Javier Milei, yang mengedepankan transparansi,” tutur Buttie.
Namun ia memperingatkan, jika kekuasaan kembali berada di tangan kelompok politik yang sejalan dengan Fernandez de Kirchner, keputusan tersebut bisa tertunda. “Kirchnerisme belum benar-benar bergerak untuk menghentikannya, tetapi perubahan politik dapat berdampak,” jelas Buttie.
Buttie menilai putusan ini tidak akan memberi dampak besar pada politik nasional. Bahkan, tidak ada aksi massa besar yang muncul sebagai bentuk dukungan bagi Fernandez de Kirchner.
Editor: DAW



