Newestindonesia.co.id, Tank-tank Israel untuk pertama kalinya memasuki distrik selatan dan timur Deir Al Balah, Gaza, Senin (21/7/2025). Langkah ini diambil karena militer Israel menduga area tersebut menjadi lokasi para sandera yang ditawan oleh kelompok Hamas.
Wilayah ini diketahui penuh sesak oleh warga Palestina yang telah mengungsi selama lebih dari 21 bulan konflik berlangsung.
Dilansir melalui Kompas – Reuters, Setelah Israel mengeluarkan perintah evakuasi, ratusan warga berusaha melarikan diri ke wilayah barat atau selatan. Israel menyatakan operasi ini bertujuan menghancurkan infrastruktur dan kemampuan tempur Hamas. Serangan tank menghantam rumah-rumah warga dan masjid, menewaskan sedikitnya tiga orang dan melukai beberapa lainnya, menurut laporan petugas medis setempat.
“Staf PBB masih berada di Deir Al Balah, dan dua wisma PBB telah diserang, meskipun pihak-pihak terkait sudah diberi tahu lokasi markas kami yang seharusnya dilindungi. Semua lokasi sipil harus dijaga, terlepas dari adanya perintah evakuasi,” kata Juru Bicara PBB, Stephane Dujarric.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan tempat tinggal staf dan gudang utamanya di Deir Al Balah ikut terdampak serangan pada hari yang sama. Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan dua staf WHO beserta dua anggota keluarga mereka sempat ditahan militer Israel.
Tiga di antaranya telah dibebaskan, sementara satu staf masih ditahan. Misi Israel untuk PBB di New York menolak memberikan komentar. Di Khan Younis, selatan Gaza, serangan udara Israel menewaskan sedikitnya lima orang, termasuk sepasang suami istri dan dua anak mereka yang sedang berada di dalam tenda, kata petugas medis.
Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan setidaknya 130 warga Palestina tewas dan lebih dari 1.000 orang terluka dalam 24 jam terakhir akibat serangan Israel di berbagai wilayah, angka tertinggi dalam beberapa pekan terakhir.
Sumber militer Israel menyebutkan, pasukan darat selama ini enggan memasuki Deir Al Balah karena meyakini ada sandera Hamas di sana. Dari sekitar 50 sandera yang masih tertahan di Gaza, setidaknya 20 diyakini masih hidup.
Keluarga para sandera mendesak penjelasan dari Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Menteri Pertahanan Israel Katz, dan panglima militer mengenai rencana penyelamatan kerabat mereka.
“Rakyat Israel tidak akan memaafkan siapa pun yang sengaja membahayakan para sandera, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Tidak ada yang bisa berkilah bahwa mereka tidak tahu apa yang sedang dipertaruhkan,” demikian pernyataan dari Markas Besar Forum Keluarga Sandera.
Kementerian Kesehatan Gaza juga memperingatkan potensi kematian massal akibat kelaparan yang semakin parah. Sejak Sabtu, sedikitnya 19 orang dilaporkan meninggal akibat kekurangan pangan.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyatakan keterkejutannya atas memburuknya kondisi kemanusiaan di Gaza, menyebut jalur-jalur terakhir distribusi bantuan sudah runtuh.
“Beliau menyesalkan semakin banyaknya laporan anak-anak dan orang dewasa yang menderita malnutrisi. Israel berkewajiban memfasilitasi segala bentuk bantuan kemanusiaan dari PBB dan organisasi lainnya,” tutur Dujarric.
Menurut pejabat kesehatan, rumah sakit kini kehabisan bahan bakar, obat-obatan, dan makanan, sehingga terancam menghentikan operasi vital. “Staf medis hanya mengandalkan satu kali makan sehari.
Ratusan orang datang setiap hari ke rumah sakit karena kelelahan dan kekurangan gizi,” kata juru bicara Kementerian Kesehatan Gaza, Khalil Al-Deqran.
Di selatan Gaza, Kementerian Kesehatan melaporkan satuan penyamaran Israel menahan Marwan Al-Hams, kepala rumah sakit lapangan Gaza, dalam penggerebekan yang menewaskan seorang jurnalis lokal dan melukai satu lainnya.
Insiden itu terjadi di luar fasilitas medis yang dikelola Komite Palang Merah Internasional (ICRC). ICRC menyatakan pihaknya merawat korban luka dalam insiden tersebut, tetapi tidak berkomentar lebih jauh mengenai status mereka.
“Kami sangat prihatin terhadap keselamatan dan keamanan di sekitar rumah sakit lapangan,” ungkap juru bicara ICRC. Pihak militer Israel belum menanggapi permintaan konfirmasi terkait insiden ini.
Selama perang berlangsung, Israel kerap menggerebek rumah sakit dengan tuduhan Hamas menggunakan fasilitas medis untuk kepentingan militer, tuduhan yang dibantah Hamas. Namun, pengiriman pasukan penyamaran untuk melakukan penangkapan dinilai jarang terjadi.
Serangan ke Deir Al Balah dan melonjaknya jumlah korban jiwa dinilai semakin mempersulit upaya negosiasi gencatan senjata yang dimediasi Qatar dan Mesir dengan dukungan Amerika Serikat.
Seorang pejabat Hamas kepada Reuters mengatakan pihaknya marah atas peningkatan jumlah korban dan krisis kelaparan, yang dikhawatirkan bakal mengganggu kesepakatan gencatan senjata selama 60 hari dan pembahasan terkait sandera.
Editor: DAW
