Newestindonesia.co.id, Istilah Thrifting berasal dari bahasa Inggris thrift yang berarti hemat atau penghematan. Secara umum, di Indonesia thrifting merujuk pada aktivitas membeli barang bekas pakai (termasuk pakaian, sepatu, tas, aksesori, atau barang rumah tangga) yang masih layak pakai dengan harga lebih murah dibanding barang baru kemudian digunakan sendiri atau dijual kembali.
Namun perlu dicatat: usaha jual-beli barang bekas dengan asal usul legal dan dalam negeri berbeda status hukum dibanding kegiatan impor barang bekas yang dilarang oleh pemerintah.
Sejarah & Tren di Indonesia
- Budaya membeli barang bekas di Indonesia memang sudah lama, terutama di pasar loak dan pasar tradisional.
- Namun istilah “thrifting” sebagai tren gaya hidup dan bisnis mulai berkembang di kalangan anak muda dalam beberapa tahun terakhir termasuk melalui toko fisik thrift, toko online, dan media sosial.
- Alasan populer: bisa mendapatkan barang bermerek dengan harga miring, sekaligus nilai keunikan atau “barang langka”.
Manfaat Thrifting
Beberapa manfaat thrifting antara lain:
- Hemat biaya: Karena harga barang bekas jauh lebih murah dibanding baru.
- Ramah lingkungan: Dengan menggunakan barang bekas yang masih layak, kita membantu mengurangi limbah tekstil dan dampak industri fashion yang cepat pakai (fast fashion).
- Gaya unik: Barang bekas bisa jadi punya desain atau merek yang tak banyak dipakai orang lain, memberi nilai estetika tersendiri.
Hal-Hal Ilegal & Dilarang Pemerintah Indonesia
Meskipun thrifting secara umum boleh di Indonesia, ada aspek ilegal yang harus diwaspadai. Berikut poin-pentingnya:
1. Larangan impor pakaian bekas
Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea Cukai dan Kementerian Perdagangan Republik Indonesia telah menetapkan bahwa pakaian bekas impor termasuk barang yang dilarang impor ke wilayah Indonesia.
Contohnya:
- Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M‑DAG/PER/7/2015 menetapkan bahwa pakaian bekas dilarang untuk diimpor.
- Kemudian diperbarui melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 yang mengubah ketentuan terkait barang impor dilarang, termasuk pakaian bekas.
Alasan larangan ini antara lain untuk: melindungi industri dalam negeri, menjaga kesehatan dan lingkungan, serta memerangi impor limbah yang masuk sebagai pakaian bekas murah.
2. Sanksi bagi pelanggaran
Jika seseorang atau perusahaan mengimpor pakaian bekas yang dilarang, maka dapat dikenakan sanksi administratif maupun pidana. Misalnya:
- Terkena denda atau pencabutan izin usaha.
- Dalam praktik disebut bahwa kerugian negara dari impor pakaian bekas ilegal bisa sangat besar.
3. Kegiatan thrifting yang berasal dari barang bekas impor ilegal
Saat kita berbicara tentang toko thrift yang menjual pakaian bekas, maka yang menjadi perhatian adalah asal usul barang. Jika barang tersebut merupakan hasil impor ilegal pakaian bekas, maka toko atau pedagang tersebut bisa dalam posisi melanggar hukum.
Sebaliknya, jika barang bekas tersebut berasal dari dalam negeri (misalnya preloved lokal) atau bukan hasil impor ilegal, maka aktivitas jual-belinya tidak langsung dilarang.
Kesimpulan & Rekomendasi
- Thrifting sendiri adalah aktivitas yang boleh dan sah di Indonesia, terutama bila dilakukan dengan membeli barang bekas dari sumber yang legal dalam negeri.
- Namun, jika thrifting melibatkan impor pakaian bekas yang dilarang masuk ke Indonesia, maka aktivitas tersebut menjadi ilegal dan berpotensi menimbulkan sanksi.
- Bagi pelaku usaha thrift shop atau konsumen:
- Pastikan asal barang — apakah dari dalam negeri atau impor.
- Jika barang impor, pastikan legalitasnya (izin, cukai, dan sesuai regulasi).
- Bagi konsumen, cek kondisi barang, kualitas, asal, dan keabsahan usaha penjual.
- Bagi yang tertarik membuka bisnis thrift, pertimbangkan untuk fokus pada barang preloved lokal atau barang bekas dalam negeri yang jelas asal usulnya — untuk meminimalkan risiko legal.
- Aktivitas thrifting bisa menjadi solusi positif: hemat ekonomi, ramah lingkungan, dan gaya hidup alternatif — selama dijalankan sesuai regulasi.
Sumber: Berbagai Sumber, Editor: DAW



