Newestindonesia.co.id, Industri drone di China sedang melesat memasuki era baru dalam hal kemampuan kognitif, dengan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) mengubah sistem nirawak dari sekadar alat berkendali jarak jauh menjadi solusi otonomos.
Di ajang Drone World Congress kesembilan yang ditutup pada Minggu (25/5) di Kota Shenzhen, China selatan, sebanyak 825 perusahaan memamerkan lebih dari 5.000 model drone. Salah satu yang menjadi sorotan utama adalah inovasi “AI+” yang merombak berbagai kemungkinan dalam infrastruktur, pelestarian warisan budaya, penanggulangan bencana, dan tata kelola perkotaan.
Matrice 4E, yang merupakan produk drone DJI, menjadi contoh nyata dari peralihan ini melalui proyek restorasi Gua Nankan yang berusia 1.300 tahun di Provinsi Sichuan, China barat daya. Dengan memetakan jalur penerbangan berpresisi secara otonomos di sekitar sisi tebing yang melengkung, drone ini dapat menangkap citra berkepasitas 18 GB, yang menghasilkan model tiga dimensi (3D) mendetail dalam waktu 1,5 jam.
“Alur kerja yang berbasis AI menyederhanakan proses yang sebelumnya memerlukan pemodelan manual, sehingga memungkinkan aplikasi canggih,” kata Cui Yu, seorang engineer solusi di aplikasi industri DJI. Dia mengatakan bahwa prosesor neural terintegrasi kini memungkinkan pengambilan keputusan secara real-time.
Di fasilitas pembangkit listrik, drone yang dilengkapi dengan cip AI berbobot ringan dapat meluncur secara mandiri dari pangkalannya, memeriksa peralatan, dan kembali secara otonomos untuk penggantian baterai. Dalam penanggulangan bencana, drone seperti Autel Robotics terbang ke lokasi tanah longsor dan menciptakan model medan 3D secara real-time sehingga mempersingkat waktu perencanaan penyelamatan dari berjam-jam menjadi hanya beberapa menit.
“Bayangkan jika Anda memberi perintah kepada sebuah drone untuk berpatroli di sebuah distrik: drone itu akan merancang rute, mendeteksi anomali, dan bahkan berkolaborasi dengan robot,” ujar Liu Guozheng, direktur pemasaran Autel, saat menguraikan rencana untuk teknologi embodied AI yang mengoordinasikan misi lintas sistem.
Shenzhen telah memproduksi 48,2 persen lebih banyak drone sipil pada kuartal pertama (Q1) tahun ini. Perusahaan-perusahaan seperti Wisson Robotics menggabungkan robotika biomimetik dengan platform udara, menggunakan drone dengan lengan yang fleksibel untuk mengganti bola lampu navigasi di Sungai Yangtze atau membersihkan puing-puing di atas panel fotovoltaik saat badai.
“Tactile AI memungkinkan operasi nirkontak dalam turbulensi tinggi, sesuatu yang tidak terpikirkan dengan sistem yang kaku,” papar Cheng Hui dari Wisson, sambil memperlihatkan drone yang mampu mengangkat benda-benda dengan berat beberapa kali lipat dari berat drone itu sendiri.
Namun, kendala teknis masih tetap ada, yakni daya tahan baterai yang terbatas, gangguan elektromagnetik yang dapat mengacaukan navigasi, dan kerangka regulasi yang masih ketinggalan dari lesatan kemajuan teknologi. “Keamanan adalah hal yang tidak bisa dinegosiasikan,” tegas Yang Peng, sekretaris jenderal Drone World Congress, seraya mengakui adanya kebutuhan yang makin besar terkait perlindungan privasi data.
Sumber: Antara/Xinhua
