Newestindonesia.co.id, Dokter di China dibuat bingung oleh kasus seorang wanita muda yang mengalami orgasme tak terkendali beberapa kali sehari. Kondisi ini membuat perempuan berusia 20 tahun tersebut berada dalam keadaan gairah seksual terus-menerus, dan tak bisa menjalani hidup normal.
“Gejala gairah seksual ditandai oleh pengalaman orgasme yang berulang dan spontan,” tulis Jing Yan dan Dafang Ouyang dari Rumah Sakit Peking University Sixth di Beijing, dalam sebuah studi kasus yang diterbitkan di AME Case Reports, Seperti dikutip melalui detikHealth (11/8).
Selama lima tahun, perempuan yang tidak disebutkan namanya ini mengalami kondisi tersebut tanpa adanya rangsangan seksual. Hal ini membuat para ahli menduga ia mengalami Persistent Genital Arousal Disorder (PGAD), atau gangguan gairah genital persisten.
Bukan Kenikmatan tapi Penderitaan Tiada Henti
Meskipun terdengar seperti pengalaman yang menyenangkan, kenikmatan yang terus-menerus justru bisa menjadi penderitaan. PGAD dapat menyebabkan “gangguan signifikan pada kesejahteraan psikososial dan fungsi sehari-hari,” demikian menurut laporan studi tersebut.
Ini juga yang terjadi pada sang pasien. Ia dilaporkan mengalami tekanan batin yang luar biasa dan tidak dapat bersekolah, bekerja, atau menjalin hubungan. Kondisinya memburuk hingga ia hampir tidak bisa menjelaskan gejalanya tanpa terganggu oleh orgasme.
Gejala Awal
Gejala ini pertama kali muncul saat ia berusia 14 tahun, awalnya berupa sensasi “listrik” di perut yang disertai kontraksi panggul mirip orgasme. Pada saat yang sama, ia juga menunjukkan sensitivitas berlebihan dan keyakinan aneh seperti berpikir orang lain bisa membaca pikirannya.
Kondisi ini membingungkan para dokter dan membuatnya sempat dirawat setahun kemudian dengan gejala depresi dan psikotik.
Diagnosis PGAD menjadi perjalanan yang panjang. Neurolog pada awalnya menyingkirkan kemungkinan epilepsi dan tidak menemukan kelainan struktural pada otak atau organ reproduksi yang bisa memicu respons pleasure-nya yang terus-menerus.
Para dokter akhirnya mendiagnosis PGAD setelah serangkaian pengobatan dengan obat antipsikotik berhasil meredakan orgasme dan delusinya. Setelah beberapa minggu perawatan, kondisinya membaik hingga ia bisa kembali bekerja dan bersosialisasi. Namun, setiap kali ia menghentikan pengobatan, gejalanya akan kambuh kembali.
Para peneliti menduga kondisi ini terkait dengan ketidakseimbangan dopamin, neurotransmitter yang terlibat dalam sistem gairah dan penghargaan di otak. Pemberian antipsikotik kemungkinan besar menekan respons dopamin ini, sehingga mengurangi gejala gairahnya.
Editor: DAW
Catatan: Artikel ini hanya ditujukan sebagai edukasi kepada pembaca berumur 21+
