Newestindonesia.co.id, Belakangan ini, tanah atau sawah yang memiliki zona hijau kembali menjadi sorotan di media sosial. Banyak warganet menilai bahwa pembangunan di atas tanah sawah justru menghancurkan keindahan alam dan menghilangkan nilai estetik di suatu wilayah. Namun di sisi lain, para pemilik lahan merasa dirugikan oleh kebijakan pemerintah yang membatasi pemanfaatan tanah mereka.
Pemandangan Indah Yang Tidak Menguntungkan Petani
Di banyak daerah, sering terlihat bangunan komersial seperti villa, kafe, hingga resort yang berdiri di tepi sawah. Para pengusaha properti ini justru menikmati pemandangan hijau dan menjadikannya nilai jual untuk mendapatkan keuntungan jutaan rupiah per malam.
Sementara itu, petani yang mengelola lahan sawah harus bekerja keras di bawah terik matahari dan hujan demi menghasilkan beras untuk masyarakat. Sayangnya, hasil panen sering tidak sebanding dengan biaya operasional yang dikeluarkan.
Biaya yang harus ditanggung petani meliputi:
- Pembelian bibit padi dan pupuk
- Sewa atau biaya membajak lahan dengan traktor
- Pembelian obat dan cairan pembasmi hama
Setelah panen, keuntungan yang diperoleh petani sering kali tidak mencukupi untuk menutupi semua biaya tersebut.
Pemilik Tanah Zona Hijau Merasa Dirugikan
Masalah lain muncul bagi pemilik tanah yang termasuk dalam zona hijau. Meskipun lahan tersebut berstatus hak milik, mereka tidak bisa membangun properti komersial seperti villa, kos, atau toko. Akibatnya, nilai jual tanah menurun drastis, sementara Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tetap harus dibayar.
Beberapa kendala yang sering dihadapi pemilik tanah zona hijau antara lain:
- Harga tanah anjlok karena terbatasnya fungsi lahan
- Tetap membayar PBB setiap tahun
- Biaya pengukuran tanah di BPN (Badan Pertanahan Nasional) tetap berlaku
- Pemecahan sertifikat tanah tak bisa dilakukan
- Pembangunan komersial tidak diperbolehkan
Kondisi ini membuat banyak masyarakat merasa kebijakan zona hijau tidak berpihak kepada pemilik lahan.
Minimnya Kontribusi Pemerintah
Pemilik tanah juga mengeluhkan bahwa pemerintah jarang memberikan bantuan seperti bibit atau pupuk bagi mereka yang ingin memanfaatkan lahannya untuk bertani. Padahal, tanah zona hijau seharusnya difungsikan untuk kegiatan pertanian yang mendukung ketahanan pangan. Sayangnya, bantuan tersebut sering kali tidak sampai ke tangan pemilik lahan, sehingga mereka harus menanggung semua biaya sendiri.
Zona Hijau Masih Bisa Dibangun Untuk Rumah Pribadi
Meskipun dilarang untuk pembangunan komersial, tanah zona hijau masih bisa digunakan untuk rumah pribadi atau hunian non-komersial. Menurut informasi yang diperoleh Newest Indonesia dari pihak Dinas PUPR (Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang), setiap lima tahun sekali pemerintah melakukan “review” atau peninjauan kembali terhadap status zona hijau.
Review tersebut bertujuan untuk menilai apakah penetapan zona hijau masih relevan dengan tujuan awal pelestarian lingkungan, serta apakah perlu ada penyesuaian terhadap kebutuhan pembangunan berkelanjutan di wilayah tersebut.
Antara Pelestarian Dan Keadilan Sosial
Kebijakan zona hijau sebenarnya memiliki tujuan mulia yaitu menjaga keseimbangan lingkungan dan mencegah alih fungsi lahan pertanian secara masif. Namun, di lapangan, banyak pemilik tanah merasa tidak mendapat keadilan karena keterbatasan yang ditetapkan tanpa kompensasi yang jelas.
Pemerintah diharapkan dapat menemukan solusi yang adil, di mana pelestarian lingkungan tetap berjalan, namun hak dan kesejahteraan pemilik tanah juga terlindungi.
Penulis & Editor: DAW



