Newestindonesia.co.id, Fenomena cahaya terang di langit Cirebon disertai suara dentuman keras pada Minggu sore, 5 Oktober 2025, dipastikan berasal dari meteor. Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN, Thomas Djamaluddin, menegaskan bahwa peristiwa tersebut bukan hoaks atau flare, melainkan meteor berukuran cukup besar yang jatuh di Laut Jawa.
“Berdasarkan laporan warga, rekaman CCTV pukul 18.35 WIB, dan deteksi getaran oleh BMKG Cirebon pukul 18.39 WIB, saya menyimpulkan bahwa fenomena di Cirebon merupakan meteor berdiameter sekitar 3 sampai 5 meter,” ujar Thomas dalam wawancara radio 91,2 FM Pro1 RRI Jakarta pada Senin, 6 Oktober 2025.
Thomas menjelaskan, meteor tersebut melintas dari selatan Jawa menuju kawasan Kuningan dan Cirebon. Ketika memasuki atmosfer rendah, meteor menimbulkan gelombang kejut yang terdengar sebagai suara dentuman di sejumlah wilayah.
“Dentuman itu bahkan terdengar hingga Kuningan, perbatasan Brebes, dan sebagian Tasikmalaya,” ucapnya.
Meskipun terdengar keras, fenomena ini diyakini Thomas tidak menimbulkan kerusakan berarti. Menurut Thomas, perbandingan dengan kejadian serupa di Bone pada 2008 dan di Rusia tahun 2013 menunjukkan meteor Cirebon berukuran lebih kecil. “Kalau di Bone kaca rumah warga sampai bergetar, bahkan di Rusia 2013 ada kerusakan gedung. Kali ini dampaknya lebih ringan,” ucapnya.
Astronom Komunikator Indonesia, Ronny Syamara, menilai kejadian ini menjadi pengingat bahwa meteor bisa saja jatuh kapan saja di wilayah Indonesia. “Fenomena ini bagi masyarakat Indonesia mungkin terasa langka, padahal di luar negeri peristiwa meteor relatif sering terjadi. Di Cirebon, cahaya yang terang tiba-tiba menghilang disertai dentuman kuat menjadi bukti kuat bahwa itu meteor,” ucap Ronny.
Ronny menambahkan, kelemahan Indonesia saat ini adalah minimnya kamera pemantau langit yang bisa merekam secara real-time. “Seharusnya pemerintah atau lembaga pendidikan bisa memasang lebih banyak kamera pemantau di berbagai titik. Dengan begitu kita bisa mendokumentasikan kejadian astronomi langka seperti ini secara lebih akurat,” ujarnya.
Dalam keterangannya, Thomas mengimbau masyarakat agar tidak mudah percaya dengan hoaks yang mengaitkan fenomena tersebut dengan kebakaran atau benda jatuh vertikal lain seperti flare. “Lebih baik sampaikan informasi apa adanya, jangan mencomot gambar dari peristiwa lain yang tidak relevan,” ujarnya.
Fenomena meteor Cirebon ini menjadi catatan penting karena jarang terjadi. Dalam sejarah, Indonesia pernah mencatat meteor besar di Bone (2008) dan di Bali, meski datanya kurang lengkap. “Peristiwa di Cirebon ini jarang terjadi, mungkin 10 sampai 20 tahun sekali. Untungnya jatuh di Laut Jawa, bukan di daratan padat penduduk,” ucap Thomas.
Editor: DAW
