Newestindonesia.co.id, Di tengah belum jelasnya arah Daerah Khusus Jakarta setelah pemindahan ibu kota negara (IKN) ke Nusantara, Kalimantan Timur, pemerintah disebut tengah menyiapkan Bali sebagai kota keuangan baru.
Dilansir dari Bloomberg melalui Bisnis.com, Senin (13/10/2025), Pemerintah Indonesia tengah mempertimbangkan rencana ambisius untuk mentransformasi Bali menjadi pusat keuangan regional, dengan tujuan menarik bank internasional, manajer aset, serta firma ekuitas swasta guna mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional.
Menurut sumber Bloomberg yang mengetahui rencana tersebut, Presiden Prabowo Subianto telah memberikan dukungan terhadap usulan yang akan memodelkan Bali seperti Gujarat International Finance Tec-City (GIFT City) di India dan Dubai International Financial Centre (DIFC) di Uni Emirat Arab.

Kawasan keuangan ini dirancang untuk menawarkan insentif pajak dan regulasi, birokrasi minimal guna mengatasi persoalan yang selama ini dianggap rumit oleh investor asing. Pemerintah juga dikabarkan akan menerapkan kerangka hukum yang berbeda di kawasan tersebut dengan mencontoh sistem hukum Singapura yang dikenal ramah bisnis.
Lingkaran utama Istana disebut tengah menyusun rancangan Undang-Undang baru untuk diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dengan kemungkinan pembahasan berlangsung sebelum akhir tahun. Namun, sumber Bloomberg menegaskan bahwa rencana Kota Keuangan Indonesia tersebut masih berada pada tahap konseptual dan dapat mengalami perubahan.
Disebut, proyek kota keuangan baru itu melibatkan Kementerian Keuangan dan Dewan Ekonomi Nasional (DEN), serta mendapat dukungan dari penasihat informal SWF Danantara sekaligus pendiri Bridgewater Associates, Ray Dalio.
“Pemerintah ingin menciptakan pusat keuangan yang modern dan transparan yang mendukung pembangunan ekonomi nasional,” ujar Jodi Mahardi, juru bicara Dewan Ekonomi, kepada Bloomberg News.
Sementara itu, juru bicara pemerintah maupun pihak Ray Dalio belum memberikan tanggapan. Kementerian Keuangan juga menolak berkomentar terkait rencana ini. “Pusat [keuangan] ini diharapkan menjadi platform yang menghubungkan investasi global dengan peluang riil di sektor riil Indonesia,” tambahnya Jodi, tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Langkah menjadikan Bali sebagai pusat keuangan muncul di tengah melemahnya investasi dan menurunnya kepercayaan konsumen. Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi mencapai 8% pada 2029, naik dari proyeksi 4,9% pada 2025. Untuk mencapai target tersebut, dibutuhkan investasi langsung sekitar Rp13.000 triliun (US$784 miliar) dalam 4 tahun mendatang.
Gagasan menjadikan Bali sebagai pusat keuangan pertama kali muncul pada 2024, ketika mantan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengusulkan agar pulau ini menjadi pusat kantor keluarga (family office) bagi investor global. Meski demikian, tantangan besar menanti.
Bali menghadapi kepadatan penduduk, tekanan terhadap sumber daya air, serta konflik antara pembangunan dan pelestarian budaya. Lebih dari 65% pasokan air tawar di pulau tersebut kini dialirkan ke resor dan kolam renang, memaksa sejumlah desa bergantung pada air tanah.
Para pendukung inisiatif ini menilai daya tarik internasional Bali akan menjadi magnet bagi lembaga keuangan global, seraya meyakini bahwa kepadatan dan tekanan lingkungan dapat dikelola secara bertahap. Namun, contoh GIFT City di India menunjukkan bahwa membangun pusat keuangan dari nol bukan hal mudah. Proyek itu hingga kini masih dalam tahap pembangunan dan belum berhasil menarik cukup banyak penghuni maupun kegiatan komersial yang hidup.
Inisiatif Bali juga harus bersaing dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara. Malaysia telah memposisikan diri sebagai pusat keuangan Islam, Filipina mengesahkan undang-undang baru untuk menarik investor, sementara Vietnam berencana menginvestasikan 172 triliun dong (US$6,5 miliar) guna membangun pusat keuangan di Kota Ho Chi Minh dan Danang.
Jika berhasil, transformasi Bali dapat menandai langkah strategis Indonesia menuju integrasi ekonomi global yang lebih dalam, sembari menjaga keseimbangan antara pertumbuhan, keberlanjutan, dan pelestarian budaya lokal.
Editor: DAW
