Newestindonesia.co.id, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kupang menjatuhkan hukuman 19 tahun penjara kepada mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja. Fajar dinyatakan bersalah melakukan kekerasan seksual terhadap tiga anak di bawah umur. Selain pidana penjara, ia juga diwajibkan membayar denda Rp 5 miliar, subsider 1 tahun 4 bulan kurungan.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa 19 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar. Apabila tidak dibayar, maka diganti pidana penjara 1 tahun 4 bulan,” ujar Hakim Ketua Anak Agung Gde Agung Parnata, didampingi dua hakim anggota Putu Dima Indra dan Sisera Semida Naomi Nenohayfeto, saat membacakan amar putusan, Selasa (21/10/2025), seperti dikutip melalui detikBali.
Majelis hakim menilai perbuatan Fajar memenuhi unsur Pasal 81 Ayat (2) juncto Pasal 65 KUHP serta Pasal 45 Ayat (1) juncto Pasal 27 Ayat (1) UU ITE juncto Pasal 64 KUHP. Hukuman itu hanya satu tahun lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntut 20 tahun penjara.
Fajar sebelumnya didakwa dengan sejumlah pasal alternatif kumulatif, termasuk Pasal 81 Ayat (2) dan Pasal 82 Ayat (1) UU Perlindungan Anak, Pasal 6 dan Pasal 15 Ayat (1) huruf E dan G UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, serta Pasal 45 Ayat (1) UU ITE.
Dalam sidang tersebut hadir empat jaksa penuntut umum (JPU), yakni Arwin Adinata, Kadek Widiantari, Samsu Jusnan Efendi Banu, dan Sunoto. Fajar didampingi tiga kuasa hukum: Akhmad Bumi, Budy Nugroho, dan Andi Alamsyah.
Selain pidana penjara dan denda, majelis hakim juga membebankan Fajar untuk membayar restitusi sebesar Rp 359 juta kepada tiga korban.
“Terkait putusan ini, terdakwa punya hak untuk mengajukan banding,” kata Hakim Ketua Anak Agung Gde Agung Parnata.
Kuasa hukum Fajar, Akhmad Bumi, menyatakan masih pikir-pikir untuk banding.
“Kami masih pikir-pikir,” ujar Akhmad.
Sikap serupa disampaikan Ketua Tim JPU Arwin Adinata.
“Sesegera mungkin sebelum waktu tujuh hari kami akan menentukan sikap (untuk banding atau tidak),” ucapnya.
Dalam pembacaan putusan, majelis hakim juga mengungkap kebiasaan Fajar menonton film porno sejak 2010.
“Bahwa sejak tahun 2010, terdakwa suka menonton video asusila antara orang dewasa dan anak di bawah umur,” ujar hakim anggota Sisera Semida Naomi Nenohayfeto.
Kebiasaan itu dinilai memicu hasrat Fajar melakukan kekerasan seksual pada 2024 dan 2025. Meski sempat disarankan istrinya untuk konsultasi ke psikolog, Fajar tak melakukannya.
“Sehingga apa yang dilakukan oleh terdakwa tidak dapat dibenarkan menurut hukum. Kemudian, tindakan terdakwa merupakan perbuatan pidana,” lanjut Sisera.
Dalam kasus yang sama, majelis hakim PN Kelas IA Kupang juga menjatuhkan hukuman 11 tahun penjara kepada mahasiswi bernama Stefani Rehi Doko alias Fani. Fani terbukti merekrut tiga anak yang kemudian menjadi korban kekerasan seksual Fajar.
“Menjatuhkan pidana 11 tahun penjara dan denda Rp 2 miliar,” ujar Hakim Ketua Anak Agung Gde Agung Parnata.
Majelis hakim menyatakan Fani secara sah dan meyakinkan bersalah sesuai dakwaan jaksa. Dalam persidangan, terungkap salah satu korban berinisial I (5) mengalami luka robek di kemaluan setelah hendak disetubuhi oleh Fajar.
“Berdasarkan hasil visum et repertum, anak korban mengalami luka robek pada kemaluannya,” ungkap majelis hakim.
Sidang vonis Fani digelar Selasa (21/10/2025) di ruang Cakra PN Kupang. Pantauan detikBali, Fani sempat tersenyum saat memasuki ruang sidang pukul 09.36 Wita dengan mengenakan kemeja biru dan celana jeans.
Usai pembacaan putusan, Fani tampak tenang dan berbincang dengan kuasa hukumnya, Velintia Latumahina. Kepada hakim, Velintia menyatakan masih pikir-pikir terhadap putusan tersebut.
“Kami menyatakan pikir-pikir Yang Mulia,” ujarnya.
Sebelumnya, jaksa menuntut Fani 12 tahun penjara karena terlibat dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Editor: DAW
