Newestindonesia.co.id, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang memanggil mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi pembagian kuota haji khusus tahun 2024.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan bahwa pemanggilan terhadap Yaqut akan bergantung pada kebutuhan proses penyelidikan yang tengah berjalan.
“Nanti dilihat kebutuhan dalam proses penanganan perkara ini. Namun, tentu semua pihak yang diduga mengetahui terkait dengan konstruksi perkaranya seperti apa nanti akan dimintai keterangan oleh KPK,” ujar Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat malam (20/6/2025), dikutip melalui Liputan6.
ak hanya Yaqut, KPK juga membuka peluang memeriksa anggota Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI. Pansus ini sebelumnya dibentuk untuk menyelidiki dugaan penyimpangan dalam pembagian kuota haji tambahan yang disorot tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah.
“Semua pihak tentu akan diminta keterangan ya. Tentu pihak-pihak yang diduga mengetahui dari konstruksi perkara ini,” lanjut Budi seperti dikutip dari Antara.
Sebelumnya, KPK sudah mulai memanggil sejumlah pihak untuk dimintai keterangan sebagai bagian dari penyelidikan dugaan penyalahgunaan kuota haji tahun 2024.
Lembaga antirasuah itu juga menegaskan kesiapannya untuk mengusut dugaan gratifikasi dalam proses pengisian kuota haji khusus pada musim haji tahun ini.
KPK menyatakan bahwa pengusutan ini krusial agar layanan ibadah haji yang diselenggarakan pemerintah, khususnya melalui Kementerian Agama, berjalan transparan dan adil tanpa ada praktik korupsi.
Sementara itu, Pansus Angket Haji DPR RI menyebut telah menemukan sejumlah kejanggalan dalam pelaksanaan ibadah haji 2024.
Poin yang paling disorot pansus adalah soal alokasi tambahan 20.000 kuota haji yang diberikan oleh Pemerintah Arab Saudi. Dalam pembagiannya, Kementerian Agama membagi kuota tersebut secara merata: 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Pansus menilai sistem pembagian 50:50 ini berpotensi menimbulkan masalah dan tidak mencerminkan prinsip keadilan.
Editor: DAW
