Newestindonesia.co.id, Jenazah Juliana Marins, 26 tahun, yang meninggal saat mendaki Gunung Rinjani di Nusa Tenggara Barat (NTB), tiba di Rio pada hari Selasa dengan pesawat Angkatan Udara Brasil (FAB) yang mendarat di Pangkalan Udara Galeão sekitar pukul 19.40 waktu setempat pada Selasa (1/7/2025).
Jenazah tersebut sekarang akan dibawa ke Institut Medis Forensik Afrânio Peixoto (IML) di pusat kota Rio de Janeiro untuk diautopsi ulang pada hari Rabu pagi.
Sebuah kesepakatan antara Kantor Jaksa Agung, Kantor Pembela Umum dan pemerintah negara bagian Rio de Janeiro, menetapkan bahwa autopsi ulang akan dijadwalkan pada Rabu (2/7) dengan kehadiran perwakilan keluarga dan seorang ahli dari Kepolisian Federal, setelah penetapan oleh Pengadilan Federal.

“Sertifikat kematian yang dikeluarkan oleh Kedutaan Besar Brasil di Jakarta didasarkan pada autopsi yang dilakukan oleh pihak berwenang Indonesia, tetapi tidak memberikan informasi konklusif tentang waktu pasti kematian,” kata catatan dari Kantor Pembela Umum (DPU) dikutip dari media lokal Brasil, O Globo via detik Health, Jumat (4/7/2025).
Keluarga ingin mengklarifikasi keraguan yang belum disampaikan oleh pihak berwenang di Indonesia, yang tidak memberikan rincian tentang waktu kematian Juliana Marins.
“Kami perlu tahu apakah autopsi yang dilakukannya dilakukan dengan benar. Menurut saya, rumah sakit tidak memiliki banyak sumber daya,” kata ayah Juliana, Manoel Marins, dalam sebuah wawancara dengan RJ2.
DPU juga mengirimkan surat yang meminta Kepolisian Federal untuk membuka penyelidikan atas kasus tersebut. Menurut lembaga tersebut, surat keterangan kematian yang dikeluarkan oleh Kedutaan Besar Brasil di Jakarta “didasarkan pada autopsi yang dilakukan oleh pihak berwenang Indonesia, tetapi tidak memberikan informasi konklusif tentang waktu pasti” kematian.
Autopsi pertama jenazah Juliana Marins dilakukan tanggal 26 di sebuah rumah sakit di Bali, tak lama setelah jenazah dikeluarkan dari Taman Nasional Gunung Rinjani.
Menurut pemeriksaan, wanita Brasil itu meninggal karena banyak patah tulang dan luka dalam, tidak mengalami hipotermia, dan bertahan hidup selama 20 menit setelah trauma – tanpa merinci hari terjadinya trauma tersebut.
Keterangan tersebut disampaikan oleh dokter forensik Ida Bagus Putu Alit, dalam jumpa pers di lobi RS Bali Mandara, Jumat (27).
“Bukti-bukti menunjukkan bahwa kematiannya hampir seketika. Mengapa? Karena luasnya luka, banyak patah tulang, luka dalam – hampir di seluruh tubuh, termasuk organ dalam di toraks. [Dia bertahan hidup] kurang dari 20 menit,” kata dokter tersebut.
Editor: DAW
