Newestindonesia.co.id, Laporan investigasi awal dari Badan Investigasi Kecelakaan Penerbangan dan Kereta Api Korea (ARAIB) mengungkapkan bahwa kesalahan pilot menjadi penyebab utama kecelakaan tragis pesawat Jeju Air yang menewaskan 179 orang pada akhir Desember 2024.
Insiden terjadi saat pesawat Jeju Air yang membawa 181 penumpang dan awak menabrak seekor burung di mesin kanan ketika hendak mendarat di Bandara Muan, Provinsi Jeolla Selatan, Korea Selatan, pada 29 Desember 2024.
Pesawat sempat membatalkan pendaratan dan berusaha kembali mengudara. Namun, akibat kesalahan fatal, mesin kiri yang masih berfungsi justru dimatikan secara tidak sengaja oleh pilot. Hal ini menyebabkan pesawat kehilangan daya dorong total dan gagal mempertahankan ketinggian.
Perwakilan ARAIB menyampaikan hasil temuan tersebut dalam pertemuan dengan keluarga korban. Dalam penjelasannya, ARAIB mengungkapkan bahwa sang pilot seharusnya mematikan mesin kanan (nomor dua) yang rusak akibat tabrakan burung. Namun, berdasarkan data penerbangan dan rekaman suara kokpit, mesin kiri (nomor satu) yang dalam kondisi normal justru dimatikan.
“Rekaman menunjukkan perintah matikan mesin nomor dua, tetapi tindakan yang dilakukan adalah mematikan mesin nomor satu. Ini menunjukkan kemungkinan kebingungan dalam kondisi darurat,” ujar ARAIB, seperti dikutip melalui Beritasatu (21/7).
Kedua mesin pesawat telah dikirim ke Prancis pada Maret 2025 untuk analisis. Hasilnya menunjukkan bahwa mesin kiri tidak mengalami gangguan teknis, dan kematiannya disebabkan oleh kesalahan manusia, bukan kerusakan mesin.
Pilot juga mengaktifkan sistem pemadam kebakaran pada mesin kiri, membuatnya tidak bisa dinyalakan kembali selama penerbangan. Hal ini memperburuk situasi, hingga akhirnya pesawat menabrak dinding beton di ujung landasan pacu dan terbakar hebat.
ARAIB juga mencatat bahwa roda pendaratan tidak diaktifkan, menunjukkan bahwa pilot tidak sempat atau tidak berencana melakukan pendaratan normal. Lembaga tersebut menyatakan akan menyelidiki lebih lanjut pelatihan dan kesiapan tanggap darurat kedua pilot.
Namun, keluarga korban mengkritik pernyataan ARAIB yang dianggap terlalu menyalahkan pilot. “Mereka mengabaikan faktor-faktor lain seperti dinding beton di ujung landasan dan kemungkinan kerusakan sistem. Ini tidak bisa kami terima,” ujar salah satu kerabat korban.
Kesalahan pilot seperti ini tergolong langka, namun pernah terjadi sebelumnya. Pada tahun 2015, pesawat TransAsia Airways jatuh tak lama setelah lepas landas dari Taipei akibat pilot mematikan mesin yang salah, menewaskan 43 dari 58 orang di dalamnya.
Tragedi Jeju Air ini tercatat sebagai kecelakaan penerbangan paling mematikan dalam sejarah penerbangan Korea Selatan.
Editor: DAW
