Newestindonesia.co.id, Menteri Keuangan Sri Mulyani memaparkan bahwa kinerja APBN mencatatkan surplus Rp4,3 triliun pada akhir bulan April 2025. Menurutnya, akselerasi Pendapatan Negara, terutama penerimaan dari pajak dan bea cukai telah mengikuti ritme akselerasi yang cukup baik bahkan melampaui realisasi Belanja Negara.
Secara lengkap, ia memaparkan bahwa Pendapatan Negara per 30 April 2025 telah mencapai Rp810,5 triliun atau 27% dari target APBN tahun ini. Sementara itu, Belanja Negara telah direalisasikan sebanyak Rp806,2 triliun atau 22,3 dari pagu anggaran. Dengan demikian, APBN mengalami surplus anggaran sebanyak Rp4,3 triliun atau 0,02% dari produk domestik bruto.
Pendapatan Negara antara lain disokong oleh penerimaan pajak sebanyak Rp557,1 triliun, penerimaan kepabeanan dan cukai sebesar Rp100,0 triliun, serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang mencapai Rp153,3 triliun.
“Di sini terlihat bahwa sudah terjadi akselerasi dari Pendapatan Negara terutama untuk pajak bea cukai mengikuti ritme yang cukup baik,” ujar Menteri Keuangan dalam Konferensi Pers APBN KiTa yang digelar pada Jumat (23/5) di Aula Mezzanine, Kompleks Kementerian Keuangan, Jakarta, Seperti dikutip melalui halaman resmi Kemenkeu RI.
Di sisi lain, Pemerintah telah membelanjakan Rp806,2 triliun rupiah yang berarti 22,3% dari total Belanja Negara sebesar 3.621,3 triliun rupiah. Belanja tersebut terdiri dari Belanja Pemerintah Pusat sebanyak Rp546,8 triliun serta Transfer ke Daerah sebesar Rp259,4 triliun. Dilihat dari persentasenya terhadap total pagu, Belanja Pemerintah Pusat masih berkisar pada kisaran 20%.
“Maka kita lihat kecepatan dari Pendapatan Negara sudah mendahului dari sisi kecepatan untuk Belanja Negara,” jelas Sri Mulyani. Dengan capaian Pendapatan Negara tersebut, postur APBN di akhir April mulai mencatatkan surplus yakni sebanyak Rp4,3 triliun. Hal ini cukup berbeda jika dibandingkan situasi pada tiga bulan pertama tahun 2025.
“Januari hingga Maret waktu itu kita membukukan defisit ini karena terutama penerimaan pajak kita yang mengalami beberapa shock seperti restitusi dan adanya adjustment terhadap penghitungan tarif efektif dari TER. Sehingga di sini sekarang bulan April terjadi pembalikan dari yang tadinya 3 bulan berturut-turut defisit.
Pada Tahun 2024 Sempat Mengalami Defisit
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 mengalami defisit 2,29 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Berdasarkan realisasi sementara, APBN mengalami defisit atau tekor Rp 507,8 trilun.
Dalam Undang-Undang APBN 2024 defisit ditargetkan tidak lebih dari 2,29 persen terhadap PDB. “Jadi APBN didesain dengan defisit sebesar Rp 522.8 triliun atau 2,29 persen dari PDB,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi kinerja APBN KiTa di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Senin 6 Januari 2024, dikutip melalui Tempo.
Target awal defisit APBN adalah Rp 522.8 triliun. Sebelumnya Menteri Keuangan dan Dewan Perwakilan Rakyat juga sempat menyepakati defisit Rp 609,7 triliun. Angka itu setara 2,70 persen terhadap PDB.
Sri Mulyani melaporkan pendapatan negara 2024 telah mencapai Rp 2.842,5 triliun atau naik 2,1 persen secara tahunan (yoy) dibanding 2023. Pendapatan negara pada 2024 berasal dari penerimaan pajak Rp 1.932,4 triliun, kepabeanan dan cukai Rp 300,2 triliun, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp 579,5 triliun, dan hibah Rp 30,3 triliun.
Menurut Sri Mulyani, pendapatan negara dalam situasi yang begitu rentan, kondisi tak pasti dan tekanan namun masih terjaga. Sehingga penerimaan negara tumbuh dibanding 2023 yang mengumpulkan Rp 2.783,9 triliun.
Editor: DAW
