Newestindonesia.co.id, Film animasi Merah Putih: One for All yang rilis pada 14 Agustus 2025 jadi perbincangan hangat di momen HUT ke-80 RI. Diproduksi oleh Perfiki Kreasindo, film ini mengusung tema nasionalisme lewat kisah delapan anak dari berbagai budaya Indonesia yang bersatu mencari bendera pusaka yang hilang jelang upacara 17 Agustus.
Meski punya niat mulia, film ini menuai kritik tajam karena kualitas produksinya. Yuk, kita ulas secara santai tapi objektif, apa sih yang bikin film ini ramai dibicarakan!
Ceritanya sendiri cukup sederhana dan cocok buat anak-anak. Merah Putih: One for All mengisahkan Tim Merah Putih, sekelompok anak dari Betawi, Papua, Medan, Tegal, Jawa Tengah, Makassar, Manado, dan Tionghoa, yang berpetualang menelusuri hutan dan sungai demi bendera yang hilang. Menurut Journal of Media and Cultural Studies (2020), narasi tentang persatuan dalam keragaman seperti ini efektif menanamkan nilai nasionalisme pada anak. Sayangnya, eksekusi cerita di film ini dinilai kurang rapi, dengan alur yang terasa loncat-loncat dan dialog yang kadang bikin penonton bingung.
Dari sisi teknis, film ini banyak disorot karena kualitas animasinya. Frontiers in Media Technology (2021) menyebutkan bahwa animasi berkualitas membutuhkan waktu dan investasi besar untuk rendering dan desain karakter. Namun, Merah Putih: One for All yang digarap dalam waktu kurang dari dua bulan dengan anggaran Rp6,7 miliar justru terlihat kaku.
Banyak netizen di X dan YouTube, seperti akun Yono Jambul, menyoroti penggunaan aset digital murah dari Daz3D, seperti latar “Street of Mumbai” yang nggak nyambung sama seting desa Indonesia. Efek suara juga dikritik berisik, dengan dubbing yang kurang emosional, bikin kesan kayak video amatir.
Meski begitu, ada sisi positif yang patut diapresiasi. Film ini berhasil menyampaikan pesan persatuan dan semangat pantang menyerah dengan gamblang, cocok buat penonton cilik. Beberapa penonton, seperti Nita (42) dari Cileungsi dalam wawancara Kompas.com, bilang film ini oke buat kenalin anak-anak ke pengalaman nonton bioskop. Tapi, dengan rating 1.0/10 di IMDb dari 1,9k voter, film ini jelas gagal memenuhi ekspektasi penonton dewasa, apalagi dibandingkan animasi lokal seperti Jumbo yang sukses besar.
Kontroversi lain muncul soal anggaran Rp6,7 miliar yang dipertanyakan netizen, terutama karena kualitas visual nggak sebanding. Produser Toto Soegriwo membantah adanya dana pemerintah, tapi sikapnya yang santai menanggapi kritik malah bikin netizen tambah geram. Sutradara Hanung Bramantyo bahkan heran kenapa film ini bisa dapat slot tayang di bioskop, sementara banyak film lokal lain antre. Komentar di X, seperti dari
@myafarya, juga menyarankan buat skip film ini demi dukung animasi lokal lain seperti Panji Tengkorak. Intinya, Merah Putih: One for All punya semangat nasionalisme yang oke, tapi eksekusinya bikin banyak penonton kecewa. Buat anak-anak, film ini mungkin masih menghibur, tapi buat yang ngarepin kualitas animasi kelas atas atau bahkan standar, siap-siap gigit jari. Kalau penasaran, mending cek trailernya dulu sebelum beli tiket. Semoga ke depan, industri animasi Indonesia bisa lebih ciamik dan beneran bikin kita bangga!
Penulis dan editor: Narendra
