Newestindonesia.co.id, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap bahwa Adrian Asharyanto Gunadi melakukan penghimpunan dana masyarakat Rp2,7 triliun di platform pinjol Investree dengan melanggar ketentuan.
Hal tersebut disampaikan oleh Deputi Komisioner Hukum dan Penyidikan OJK Yuliana dalam konferensi pers tentang tindak lanjut penanganan kasus Investree di kawasan Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten pada Jumat (26/9/2025).
Adrian yang telah ditangkap turut ditampilkan beberapa menit di ruang konferensi pers. Yuliana menjelaskan bahwa Adrian melakukan penghimpunan dana masyarakat secara melanggar ketentuan senilai Rp2,7 triliun. Penggelapan dana itu dilakukan dalam kurun Januari 2022—Maret 2024.
“Tersangka diduga menggunakan PT Radhika Persada Utama [RPU] dan PT Putra Radhika Investama [PRI] sebagai special purpose vehicle untuk menghimpun dana ilegal dengan mengatasnamakan PT Investree Radhika Jaya [Investree]. Dana tersebut kemudian digunakan antara lain untuk kepentingan pribadi,” ujar Yuliana dalam konferensi pers, Jumat (26/9/2025), Seperti dikutip melalui Bisnis.com.
Selama tahap penyidikan, Adrian disebut tidak kooperatif dan justru berada di Doha, Qatar. Menurut Yuliana, Penyidik OJK kemudian menetapkan Adrian sebagai tersangka, dan melalui koordinasi intensif dengan Korwas PPNS Bareskrim Polri serta Divisi Hubungan Internasional Polri, diterbitkan daftar pencarian orang (DPO) dan Red Notice pada 14 November 2024.
“Dalam hal ini Kementerian Hukum dan Kementerian Luar Negeri juga mengupayakan jalur G to G [government to government] berupa permohonan ekstradisi kepada pemerintah Qatar. Selanjutnya, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan telah pula menetapkan pencabutan paspor tersangka,” ujar Yuliana.
Adapun, proses pemulangan Adrian dilakukan melalui mekanisme kerja sama NCB to NCB serta kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk Kementerian Luar Negeri dan KBRI di Qatar. OJK juga terus berkoordinasi dengan Bareskrim Polri terkait laporan korban pinjol Investree yang masuk ke Bareskrim Polri dan Polda Metro Jaya. “Saat ini, tersangka merupakan tahanan OJK yang dititipkan di Rutan Bareskrim Polri untuk proses hukum lebih lanjut,” ujar Yuliana.
Sebelumnya, Ses NCB Interpol Indonesia Hubungan Internasional (Hubinter) Polri, Brigjen Untung Widyatmoko, menjelaskan bahwa kendala dalam memulangkan Adrian adalah karena diduga memiliki hubungan dengan otoritas setempat, meskipun sudah berstatus red notice. Adrian dikabarkan sempat wara-wiri di Doha Qatar dan menjabat sebagai CEO JTA Investree.
“Adrian Gunadi itu terkendala karena [diduga] punya hubungan sama bagian pemerintahan,” ujar Untung, Jumat (19/9/2025). Dia menambahkan, pemerintah Qatar lebih memilih menggunakan ekstradisi melalui Central Authority dibandingkan dengan handing over atau deportasi.
“Mereka minta dilakukan ekstradisi, jadi tidak bisa dilakukan handing over atau deportasi. Jadi, harus melalui central authority. Dan central authority sudah berproses sudah lama,” imbuhnya.
Dengan demikian, Polri tidak bisa serta merta mendesak pemulangan Adrian Gunadi ke Indonesia meskipun sudah berstatus buronan Interpol. Di samping itu, Adrian juga tidak berstatus tahanan, tetapi menjadi subjek pengawasan aparat.
“Tidak ditahan namun sdh menjadi subjek pengawasan Aparat Penegak Hukum Qatar karena terbitnya IRN [International Red Notice] terhadap yang bersangkutan,” pungkasnya. Meskipun sudah terbit, tetapi nama Adrian Gunadi tidak muncul di situs Interpol pada Jumat (19/9/2025) per 18.52 WIB.
Dalam situs tersebut, terlihat delapan orang Indonesia yang tercatat di red notice. Kedelapan orang tersebut adalah Pratama Fredy (40), Pietruschka Evelina Fadil (63), Pietruschka Manfred Armin (66), Mendomba Randy (49), Kurniawan Edo (40), Daschbach Richard Jude (88), Nugroho Sofyan Iskandar (57), dan Djatmiko Febri Irwansyah (43).
Dalam hal ini, Untung menyatakan bahwa status red notice Adrian Gunadi tidak bisa dilihat masyarakat umum dan hanya bisa dilihat aparat penegak hukum
“Ada [di situs Interpol], yang bisa lihat hanya aparat penegak hukum. Memang tidak semua IRN itu di-publish dan dapat dilihat oleh masyarakat umum,” imbuhnya.
Untung juga mengemukakan bahwa kendala terkait pemulangan Adrian terjadi lantaran otoritas Qatar lebih memilih menggunakan ekstradisi melalui Central Authority.
“Mereka tidak mau dilakukan melalui mekanisme Interpol Channel yaitu handling over ataupun Deportasi. Itu kendalanya,” pungkasnya.
Editor: DAW
