Newestindonesia.co.id, Waktu kamu kecil atau mungkin sudah dewasa, kamu mungkin sering dikomentari karena membaca buku-buku fiksi, buku cerita yang dianggap tidak nyata. Orang tuamu menganggap karya karangan dan berbasis imajinasi tidak bermanfaat untuk menambah wawasan otak. Tapi benarkah demikian? Faktanya justru sebaliknya.
Karya karangan yang dibukukan dalam bentuk novel dengan cover menarik yang mengandung narasi panjang ternyata memiliki segudang manfaat didalamnya. Bacaan fiksi yang berupa cerita pendek, novel, dan sebagainya ini mempunyai kelebihan dalam membangkitkan imajinasi, perasaan, serta emosi pembacanya.
Meningkatkan Kemampuan Otak
Sebagaimana dikutip dari hellosehat.com, Membaca buku fiksi dapat melatih otakmu karena cerita-cerita fiksi umumnya memiliki alur yang rumit dan karakter yang mendalam. Kebiasaan ini secara bertahap bisa mengasah kemampuan berpikir kritis dan pada akhirnya memperkuat daya kerja otak. Sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Brain Connectivity menemukan bahwa membaca novel dapat meningkatkan konektivitas di korteks temporal kiri, area otak yang berhubungan dengan penerimaan bahasa. Menariknya, efek ini bertahan selama beberapa hari setelah partisipan selesai membaca novel tersebut (Berns, Blaine, Prietula, & Pye, 2013)
Meredakan Stres
Kamu kadang-kadang mengalami kelelahan secara mental dan butuh rehat sejenak dengan menyingkirkan ponselmu yang terus menerus memberitakan hal-hal negatif, Novel dan karya fiksi bisa menjadi pelarian yang ampuh untuk meredakan kesemerawutan hidup kamu. Apalagi jika kamu memilih bacaan dengan genre yang santai seperti romansa, atau komedi. Tidak heran jika banyak yang beranggapan bahwa orang yang suka membaca buku memiliki hidup yang lebih bahagia. Saat tenggelam dalam sebuah cerita, kita bisa melupakan kecemasan sehari-hari. Hal ini akan membuat otak lebih rileks dan menurunkan kadar hormon stres, seperti kortisol.
Meningkatkan Kreatifitas dan Kosakata
Sebagaimana dilansir dari liputan6.com, benar bahwasanya imajinasi kita benar-benar dilatih dan dikuras sedemikian rupa untuk membayangkan setiap adegan-adegan yang tertulis dalam lembaran kertas novel itu. Tidak seperti kita membaca film, kita disuguhkan dengan mudahnya animasi, detail gambar, efek warna yang rapi dan estetik, sehingga otak kita tidak perlu capek-capek untuk membuat proyeksi dalam otak.
Kita hanya menonton, Nah, ketika anda dipaksa untuk membayangkan narasi demi narasi yang tercatat dalam novel, otak kamu menjadi medan berlalu lalangnya kosakata baru, adegan-adegan plotwist dengan lebih berkesan, dan meningkatkan sensibilitas.
Meski dampaknya tidak langsung terasa, seperti penerimaan kosakata baru, yang baru akan masuk ke short term memory, namun jika kamu sering membaca dan seiring waktu menemui kata yang sama perlahan kosakata itu akan menempel seutuhnya di long-term memory, sama seperti kamu menghafal perkalian.
Penulis : Andika Pratama
