Newestindonesia.co.id, Pemerintah Israel mengumumkan akan menghentikan izin operasi lebih dari 30 organisasi kemanusiaan internasional di Jalur Gaza mulai 1 Januari 2026, menyusul ketidakpatuhan mereka terhadap aturan pendaftaran baru yang diberlakukan Tel Aviv.
Menurut pernyataan resmi yang dilansir melalui Associated Press (31/12), aturan baru ini mewajibkan organisasi memberikan data lengkap tentang staf, pendanaan, dan operasi mereka untuk mencegah infiltrasi kelompok militan, termasuk Hamas dan organisasi bersenjata lain. Israel mengklaim tindakan ini sebagai langkah keamanan untuk memastikan bantuan tidak disalahgunakan.
Beberapa organisasi besar yang terkena dampak termasuk Médecins Sans Frontières (Dokter Tanpa Batas), CARE, dan beberapa kelompok lainnya yang kritis terhadap kebijakan Israel terkait konflik.
Namun organisasi kemanusiaan itu menyatakan bahwa persyaratan Israel bersifat sewenang-wenang dan berbahaya secara keamanan, serta akan memperburuk krisis di Gaza, yang masih membutuhkan bantuan besar di tengah kondisi pasca-perang.
Menurut kelompok pekerja bantuan, aturan yang mewajibkan daftar staf lokal — banyak di antaranya merupakan warga Palestina — bisa membahayakan keselamatan mereka di wilayah yang masih sangat berbahaya.
Penutupan izin ini berarti organisasi harus menutup kantor mereka di Israel dan Yerusalem Timur pada 1 Maret 2026, serta tidak lagi dapat mengirim staf internasional dan bantuan ke Gaza kecuali persyaratan dipenuhi atau keputusan dibatalkan.
Kondisi Kemanusiaan Gaza Menurun, Negara-Negara Besar Khawatir
Sementara itu, beberapa negara anggota G7 termasuk Inggris, Kanada, dan Prancis menyatakan keprihatinan serius atas memburuknya keadaan kemanusiaan di Gaza meskipun sudah ada gencatan senjata. Mereka mendesak Israel untuk melonggarkan pembatasan terhadap organisasi bantuan dan membuka lebih banyak titik masuk bantuan.
Dalam pernyataan bersama, para menteri luar negeri menyebut situasi di Gaza “memburuk dan tetap katastrofik” dan menyerukan Israel serta komunitas internasional untuk mempercepat masuknya kebutuhan dasar seperti obat, peralatan medis, dan perlindungan musim dingin.
Israel membalas kritik tersebut dengan mengatakan bahwa laporan itu “tidak akurat” dan menegaskan bahwa akses bantuan telah meningkat sejak gencatan senjata mulai berlaku. Namun, para pekerja kemanusiaan menyatakan jumlah serta konsistensi bantuan yang masuk tetap jauh dari cukup.
Latar Belakang dan Dampak Terbaru
Konflik antara Israel dan Hamas yang berlangsung sejak Oktober 2023 telah menyebabkan ribuan kematian, kerusakan infrastruktur besar, dan pergeseran penduduk secara luas di Gaza. Sebuah rencana perdamaian bertahap yang didukung AS mulai berlaku pada Oktober 2025, tetapi progress menuju fase berikutnya sangat lambat karena perbedaan utama, termasuk isu pelucutan senjata Hamas.
Krisis kemanusiaan diperparah oleh musim dingin yang keras, di mana badai hujan dan banjir merusak kamp pengungsian, sementara kebutuhan untuk tenda, makanan, dan layanan kesehatan tetap sangat tinggi.
Dampak Bagi Warga Sipil dan Bantuan Internasional
Penangguhan izin operasi organisasi bantuan internasional ini berpotensi mengurangi kapasitas tanggap darurat di Gaza secara signifikan, di mana banyak fasilitas kesehatan dan bantuan dasar sudah berada di bawah tekanan besar.
Organisasi internasional seperti Dokter Tanpa Batas sebelumnya mengelola persentase besar perawatan kesehatan dan kelahiran di klinik lokal, dan tanpa dukungan mereka, para pekerja kemanusiaan lokal diperkirakan akan mengalami beban yang lebih berat dan risiko keselamatan yang meningkat.
Kebijakan baru Israel ini merupakan titik penting dalam konflik yang sedang berlangsung, menambah ketegangan diplomatik internasional dan menimbulkan kekhawatiran bahwa akses kemanusiaan di Gaza akan semakin terhambat, meskipun gencatan senjata yang rapuh terus berjalan.
Editor: DAW



